Selasa, 17 Mei 2016

GOLDEN SHARE



 Golden share adalah pembagian keuntungan tanpa harus menyetor modal alias saham kosong. Dengan golden share, maka kedudukan Pemkab/Pemkot/Pemprov sejajar dengan PT yang melakukan eksploitasi, eksplorasi dan pengolahan hasilnya.

Pemegang saham istimewa (golden share) mempunyai hak lebih dibandingkan dengan pemegang saham lainya. Hak lebih itu terutama dalam menunjukan direksi perusahaan. Di dalam hukum pasar modal Indonesia, saham istimewa dikenal dengan saham dwiwarna.

Dengan memiliki saham golden share atau dwiwarna, pemerintah dapat menentukan seluruh direksi PT yang beroperasi berasal dari orang-orang Indonesia bahkan putra Daerah.

Akan tetapi menurut  mantan Menteri BUMN “Dahlan Iskan”, Golden Share ini merupakan istilah politik dan bukan istilah keuangan.  Jadi,  lebih baik  selama beberapa tahun  Pemkab/Pemkot/Pemprov tidak terima deviden sebagai ganti pembayaran setoran untuk saham yang diperoleh. Inilah cara normal business to business.

Seperti dialami oleh Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) dan Pemprov Sumatra Utara yang meraih 5% golden share dari PT Agincourt Resources, anak usaha G-Resources Group Ltd, perusahaan pertambangan emas di Batangtoru, Tapsel dan tercatat di Bursa Hong Kong. Kedua pemerintah daerah akan mencicil US$ 4 juta dalam masa waktu tertentu sebagai ganti mencicil pembayaran saham tersebut melalui dividen.

Jika Pemkab/Pemkot/Pemprov berhasil mendapatkan Golden Share, sebaiknya saham ini jangan langsung diambil pada saat diberikan, karena jika langsung diambil maka nilainya akan menjadi rendah dibandingkan saat akan di-IPO (Initial Public Offering) sebab saham kalau belum di-IPO masih murah, tunggu setelah IPO agar nilai saham berlipat setelah produksi. Selain itu, karena  IPO itu lah, posisi Pemkab/Pemkot/Pemprov  menjadi sejajar dengan pemegang saham lain dalam penentuan jajaran direksi.