Golden
share adalah pembagian keuntungan tanpa harus menyetor modal alias saham
kosong. Dengan golden share, maka kedudukan Pemkab/Pemkot/Pemprov sejajar
dengan PT yang melakukan eksploitasi, eksplorasi dan pengolahan hasilnya.
Pemegang
saham istimewa (golden share) mempunyai hak lebih dibandingkan dengan pemegang
saham lainya. Hak lebih itu terutama dalam menunjukan direksi perusahaan. Di
dalam hukum pasar modal Indonesia, saham istimewa dikenal dengan saham
dwiwarna.
Dengan
memiliki saham golden share atau dwiwarna, pemerintah dapat menentukan
seluruh direksi PT yang beroperasi berasal dari
orang-orang Indonesia bahkan putra Daerah.
Akan tetapi menurut mantan Menteri BUMN “Dahlan Iskan”, Golden
Share ini merupakan istilah politik dan bukan istilah keuangan. Jadi, lebih baik selama beberapa tahun Pemkab/Pemkot/Pemprov tidak terima deviden
sebagai ganti pembayaran setoran untuk saham yang diperoleh. Inilah cara normal
business to business.
Seperti
dialami oleh Pemerintah Kabupaten Tapanuli Selatan (Tapsel) dan Pemprov Sumatra
Utara yang meraih 5% golden share dari PT Agincourt Resources, anak usaha
G-Resources Group Ltd, perusahaan pertambangan emas di Batangtoru, Tapsel dan
tercatat di Bursa Hong Kong. Kedua pemerintah daerah akan mencicil US$ 4 juta
dalam masa waktu tertentu sebagai ganti mencicil pembayaran saham tersebut
melalui dividen.
Jika Pemkab/Pemkot/Pemprov
berhasil mendapatkan Golden Share, sebaiknya saham ini jangan langsung diambil
pada saat diberikan, karena jika langsung diambil maka nilainya akan menjadi
rendah dibandingkan saat akan di-IPO (Initial Public Offering)
sebab saham kalau belum di-IPO masih murah, tunggu setelah IPO agar nilai saham
berlipat setelah produksi. Selain itu, karena IPO itu lah, posisi Pemkab/Pemkot/Pemprov menjadi sejajar dengan pemegang saham lain
dalam penentuan jajaran direksi.